LAPORAN
PENDAHULUANA DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ACUTE LUNG OEDEM (ALO)
PLUS ANALISA GAS DARAH (AGD) DI RUANG CVCU RSSA MALANG
A. ACUT
LUNG OEDEM (ALO)
1. Definisi
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru
akut adalah terjadinya penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang
menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas
(Gumiwang, 2007).
ALO juga dapat diartikan sebagai
penumpukan cairan (serous/serosanguineous) oleh karena adanya aliran cairan
atau darah ke ruang interstisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru,
bronkus, bronkiolus, atau interstisial space melebihi cairan balik/kembali ke
arah jantung atau melalui limfatik (Tamashefski, 2000).
2. Etiologi
Ø Ketidakseimbangan
Starling Forces:
a. Peningkatan tekanan kapiler paru:
a. Peningkatan tekanan kapiler paru:
Edema
paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat sampai
melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada
manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12
mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut.
Etiologi dari keadaan ini antara lain:
1. Peningkatan
tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral).
2. Peningkatan
tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
3. Peningkatan
tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b.
Penurunan tekanan onkotik plasma
Hipoalbuminemia
sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday,
penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. Tetapi hipoalbuminemia saja tidak
menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru.
Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menyebabkan
edema paru.
c. Peningkatan tekanan negatif
intersisial:
Edema paru dapat terjadi akibat
perpindahan yang cepat dari udara pleural, contoh yang sering menjadi etiologi
adalah:
1.
Pengambilan
terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2.
Tekanan
pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan
dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d.
Peningkatan
tekanan onkotik intersisial
Sampai
sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
Ø Perubahan
permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome).
Keadaan
ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler dan
alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang berhubungan
dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat
ketidakseimbangan Starling Force.
§ Pneumonia
(bakteri, virus, parasit).
§ Bahan
toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
§ Bahan
asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
thiourea).
§ Aspirasi
asam lambung.
§ Pneumonitis
radiasi akut.
§ Bahan
vasoaktif endogen (histamin, kinin).
§ Disseminated
Intravascular Coagulation.
§ Imunologi:
pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
§ Shock
Lung oleh karena trauma di luar toraks.
§ Pankreatitis
Perdarahan Akut.
Ø Insufisiensi Limfatik:
§ Post Lung Transplant.
§ Lymphangitic
Carcinomatosis.
§ Fibrosing
Lymphangitis (silicosis).
Ø Tak diketahui/tak jelas
§ High Altitude
Pulmonary Edema.
§ Neurogenic Pulmonary
Edema.
§ Narcotic overdose.
§ Pulmonary embolism
§ Eclampsia
§ Post cardioversion
§ Post Anesthesia
§ Post Cardiopulmonary
Bypass
3. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi
2, kardiogenik dan non-kardiogenik.
Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru
Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema
Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor
presipitasi, dapat terjadi pula pada
penderita Payah Jantung Kiri Cronic.
1.
Cardiogenic
Pulmonary Edema
Edema
paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ
jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa
tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa. Cardiogenic pulmonary edema
berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang
disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang
disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam
sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot
jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat
menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan
membesar.
2.
Non-Cardiogenic
Pulmonary Edema
Non-cardiogenic pulmonary edema
ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
-
Acute
respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli
menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya,
dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah.
- Kondisi
yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma,
luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau
radiasi pada paru-paru.
- Gagal
ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,
dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
- High
altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
-
Trauma
otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah,
atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di
paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
-
Paru
yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural
effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat
berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary
edema).
- Jarang,
overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan
pulmonary edema.
- Penyebab-penyebab
lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk
pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru
akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung
injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada
wanita-wanita hamil.
4.
Manifestasi
Klinis
Manifestasi
dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto toraks).
Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar
dideteksi dini. Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai dengan
transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat
terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.
Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari
membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan
kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas. Sering kali keadaan ini
berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
Stadium 1
Adanya
distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO.
Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya
ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada
saat inspirasi.
Stadium 2
Pada
stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal
(garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan
lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering
terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel
kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan
cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat
sedikit perubahan saja.
Stadium 3
Pada
stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita
hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati.
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi
kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria
koronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat
dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan
menghambat cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase akan mengurangi edema'
paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadangkadang penderita dengan Infark
Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini
mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi
meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa
penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh
karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
(Sjaharudin
Harun & Sally Aman Nasution,2006)
5.
Patofisologi
ü Penigkatan tekanan
hidrostatik (tekanan yang mendorong cairan keluar sel) pada kapiler paru
terjadi jika kerja pemompaan ventrikel kiri tidak adekuat. Penyebabnya adalah
penurunan kekuatan miokardium atau keadaan yang menuntut peningkatan kerja
miokardium (gagal jantung), stenosis katup mitral atau regurgitasi. Akibatnya,
peningkatan atrium kiri akan dihantarkan ke belakang pembuluh darah paru.
ü Gangguan drainase limfatik mempermudah pembentukan
edema paru. Biasanya, kelebihan cairan filtrasi akan dibuang melalui system
limfatik. Jika gagal jantung kanan bersamaan dengan gagal jantung kiri, tekanan
vena sistemik akan meningkat, begitu pula tekanan pada tempat drainase pembuluh
limfatik ke dalam vena sehingga menghambat drainase limfatik.
ü Tekanan onkotik di
kapiler berkurang pada hipoproteinemia, sehingga mendukung terjadinya edema
paru (tidak ada cukup perotein untuk mendorong cairan ke dalam sel).
ü Pada edema paru interstisial, ruang
interstisial di antara kapiler dan alveolus meningkat. Akibatnya terjadi
gangguan difusi yang terutama mengganggu pengambilan O2. Sehingga pada
aktifitas fisik dimana kebutuhan O2 meningkat, konsentrasi O2 dalam darah akan
turun (hipoksemia, sianosis). Tekanan yang terus
meningkat dan kerusakan dinding alveolus menyebabkan filtrasi ke dalam ruang alveolus.
Alveolus yang terisi dengan cairan tidak lagi terlibat dalam proses pertukaran
gas, cairan memasuki jalan nafas sehingga meningkatkan resistensi jalan nafas.
ü Edema
paru memaksa pasien untuk bernafas dalam posisi tegak (ortopneu). Pada posisi
duduk atau berdiri setelah berbaring, aliran balik vena dari bagian tubuh
terbawah akan turun (semakin turun bila dalam posisi tegak) sehingga tekanan
atrium kanan dan curah jantung kanan menurun. Aliran darah ke paru akan
berkurang sehingga menyebabkan penurunan teknan hidrostatik di kapiler paru dan
dalam waktu yang bersamaan, aliran vena pulmonalis dari bagian tubuh di atas
paru akan meningkat. Selain itu, penurunan tekanan vena sentralis membantu
drainase limfatik dari paru. Akibatnya, bendungan paru, serta edema alveolus
dan interstisial akan berkurang.
6. Pemeriksaan penunjang
a)
EKG
-
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri, atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung.
-
Gambaran iskemik, infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia
bisa ditemukan.
-
Edema paru non iskemik: gelombang T negative yang lebar dengan QT
memanjang.
b)
Laboratorium
-
Analisis gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah, kemudian
hiperkapnia.
-
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
-
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, enzim
jantung (CK-CKMB, Troponin T) diperiksa.
c)
Foto Toraks
Hilus
melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema
interstisial atau alveolar.
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular
di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial
fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier).
d)
Ecocardiografi
Gambaran
penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi),
segmental wall motion abnormality (PJK), dan umumnya ditemukan dilatasi
ventrikel dan atrium kiri.
7. Penatalaksana
Keterangan:
1. Pada
pasien yang telah mendapatkan pengobatan deuritik, dosis yang direkomendasikan
sebesar 2,5x dari dosis oral yang biasanya diberikan. Dapat diulang jika
diperlukan
2. O2
saturasi dengan pulse oximeter < 90 font=”font” nbsp=”nbsp” > atau PaO2 <60 dapat="dapat" diberikan="diberikan"
hipoksemia="hipoksemia" kpa="kpa"
mengobati="mengobati" mmhg="mmhg"
oksigen="oksigen" po="po" span="span"
untuk="untuk">2 <
90%), yang terkait dengan peningkatan risiko mortalitas jangka pendek. Oksigen
tidak boleh digunakan secara rutin pada pasien non-hipoksemia karena
menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan curah jantung
3. Biasanya
dimulai dengan O2 40–60%, dititrasi sampai SpO2 >90%; hati-hati pada pasien
yang mempunyai resiko retensi CO2.
4. Contoh, pemberian morfin 4–8 mg
ditambah metocloperamide 10 mg; obeservasi adanya depresi pernafasan, dapat
diulang jika diperlukan.
5. Akral dingin, tekanan darah
rendah, produksi urine yang sedikit, bingung/kesadaran menurun, iskemia
miokardial.
6. Contoh, mulai pemberian infus
dobutamine 2.5 μg/kg/menit, dosis dinaikkan 2x lipat tiap 15 menit tergantung
respon (titrasi dosis dibatasi jika terdapat takikardia, aritmia atau iskemia).
Dosis >20 μg/kg/menit jarang sekali diperlukan. Bahkan dobutamine mungkin
memiliki aktivitas vasodilator ringan sebagai akibat dari stimulasi beta-2
adrenoseptor.
7. Pasien harus
diobservasi ketat secara reguler (gejala, denyut dan ritme jantung, SpO2,
tekanan darah sistolik, produksi urine) sampai stabil dan pulih.
8. Contoh, mulai pemberian infus
NGT 10 μg/menit dan dosis dinaikkan 2x lipat tiap 10 menit tergantung respon
(biasanya titrasi naiknya dosis dibatasi oleh hipotensi). Dosis >100 μg/min
jarang sekali dipelukan.
9. Respon yang adekuat ditandai
dengan berkurangnya dypsnea, diuresis yang adekuat (produksi urine >100
mL/jam dalam 2 jam pertama), peningkatan saturasi O2 (jika hipoksemia) dan
biasanya terjadi penurunan denyut jantung dan frekuensi pernafasan yang
seharusnya terjadi dalam 1-2 jam pertama. Aliran darah perifer juga dapat
meningkatkan seperti yang ditandai oleh penurunan vasokonstriksi kulit,
peningkatan suhu kulit, dan perbaikan dalam warna kulit. Serta adanya penurunan
ronkhi.
10.Setelah pasien nyaman dan
diuresis yang stabil telah dicapai, ganti terapi iv dengan pengobatan diuretik
oral.
11.Menilai gejala yang relevan
dengan HF (dyspnea, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnoea), komorbiditas
(misalnya nyeri dada akibat iskemia miokard), dan efek samping pengobatan
(misalnya simptomatik hipotensi). Menilai tanda-tanda kongesti/edema perifer
dan paru, denyut dan irama jantung, tekanan darah, perfusi perifer, frekuensi
pernapasan, serta usaha pernapasan. EKG (ritme / iskemia dan infark) dan kimia
darah / hematologi (anemia, gangguan elektrolit, gagal ginjal) juga harus
diperiksa. Pulse oximetry (atau pengukuran gas darah arteri) harus diperiksa
dan diperiksakan ekokardiografi jika belum dilakukan.
12. Produksi urine < 100 mL/jam
dalam 1–2 jam pertama adalah respon awal
pemberian diuretik iv yang tidak adekuat (dikonfirmasi melalui kateter urine).
13.
Pada pasien dengan tekanan darah masih rendah / shock, dipertimbangkan
diagnosis alternatif (emboli paru misalnya), masalah mekanis akut, dan penyakit
katup yang berat (terutama stenosis aorta). Kateterisasi arteri paru dapat
mengidentifikasi pasien dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang tidak
adekuat ( lebih tepat dalam menyesuaikan terapi vasoaktif).
14. Balon pompa intra aorta atau
dukungan sirkulasi mekanik lainnya harus dipertimbangkan pada pasien yang tidak
terdapat kontraindikasi.
15. CPAP or NIPPV harus
dipertimbangkan pada pasien yang tidak terdapat kontraindikasi.
Ventilasi non-invasif continuous positive airway
pressure (CPAP) dan non-invasive intermittent positive pressure ventilation
(NIPPV) mengurangi dyspnea dan meningkatkan nilai fisiologis tertentu (misalnya
saturasi oksigen) pada pasien dengan edema paru akut. Namun, penelitian
RCT(Randomized controled trial) besar yang terbaru menunjukkan bahwa ventilsasi
non-invasif atau invasif tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap penurunan
angka kematian bila dibandingkan dengan terapi standar, termasuk nitrat (dalam
90% dari pasien) dan opiat (di 51% dari pasien). Hasil ini berbeda dengan
penelitian dari metaanalisis sebelumnya dengan studi yang lebih kecil.
Ventilasi Non-invasif dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk meringankan
gejala pada pasien dengan edema paru dan gangguan pernapasan parah atau pada
pasien yang kondisinya gagal membaik dengan terapi farmakologis. Kontraindikasi
untuk penggunaan ventilasi non invasif meliputi hipotensi, muntah, kemungkinan
pneumotoraks, dan depressed consciousness.
16. Dipertimbangkan untuk dilakukan
pemasangan intubasi endotrakeal dan ventilasi invasif jika hipoksemia memburuk,
gagal upaya pernapasan, meningkatnya kebingungan / penurunan tingkat kesadaran
, dll
17.
Meningkatkan dosis loop diuretik hingga setara dengan furosemide 500 mg
(≥ dosis 250 mg harus diberikan melalui infus lebih dari 4 jam).
18. Jika tidak
ada respon terhadap penggandaan dosis diuretik meskipun tekanan pengisian
ventrikel kiri adekuat (baik disimpulkan atau diukur secara langsung) maka
mulai infus dopamin 2,5 μg / kg / menit. Dosis yang lebih tinggi tidak
dianjurkan untuk meningkatkan diuresis.
19. Jika langkah 17 dan 18 tidak menghasilkan
diuresis yang adekuat dan pasien tetap terjadi edema paru maka ultrafiltrasi
terisolasi venovenous harus dipertimbangkan.
B. ANALISA
GAS DARAH (AGD)
1.
Pengertian
Analisa
gas darah adalah pengambilan darah arteri melalui fungsi untuk memeriksa
gas-gas dalam darah yang berhubungan dengan fungsi respirasi dan metabolisma.
Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah dan PH
digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang
akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai: keseimbangan
asam basa dalam tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam
darah.
Nilai normal Gas Darah Arteri
PH
|
Nilai
normal
|
PH
|
7,35
- 7,45
|
P O2
|
80
- 100 mmHg
|
pC O2
|
35
- 45 mmHg
|
Saturasi
O2
|
>90 %
|
H CO3
|
22
– 36 mEq/L
|
Total
CO2 dalam plasma normal
|
24-31 mEq/l
|
Pemeriksaan
analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan “ASTRUP”, yaitu suatu
pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan
darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
Tempat-tempat pengambilan darah
untuk AGD
1. Arteri Radialis,
merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi arteri kecuali
terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila Allen test negatif.
2.
Arteri Dorsalis
Pedis, merupakan pilihan kedua.
3. Arteri Brachialis,
merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi obstruksi
pembuluh darah.
4.
Arteri Femoralis,
merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat diambil.
Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh
tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat
mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan
kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena
besar, sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.
2. Tujuan
Tujuan
dari pemeriksaan analisa gas darah adalah
1. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
2. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
3. Kemampuan HB dalam mengangkut O2 dan CO2.
4. Tingkat tekanan O2 dalam darah arteri.
3. Indikasi
Indikasi
dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :
ü Pasien
dengan penyakit obstruksi paru kronik
ü Pasien
dengan edema pulmo
ü Pasien
akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ü Infark
miokard
ü Pneumonia
ü Pasien
syok
ü Post
pembedahan coronary arteri baypass
ü Resusitasi
cardiac arrest
4.Kontra indikasi
ü Denyut
arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma
ü Modifikasi
Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa untuk
dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan terjadi
thrombosis dan beresiko mengganggu viabilitas tangan.
ü Selulitis
atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer pada tempat
yang akan diperiksa
ü Adanya
koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan denganantikoagulan dosis
sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.
5. Prinsip
a)
Gunakan tehnik steril
b)
Hindari penusukan yang sering pada tempat yang sama
untuk mencegah aneurisma
c)
Jangan menusukkan jarum lebih dari 0,5 cm
d)
Harus mengetahui anatomi untuk mencegah terjadinya
penusukan pada saraf
e)
Lakukan palpasi sebelum di lakukan penusukan
f) Bila
perlu pengulangan pemeriksaan analisa gas darah dokter akan memasang “arteri
line”
6. Alat dan cara
a. alat
• 1
Buah spuit 2,5 cc yang disposible.
• 1
buah spuit 1 cc yang disposible.Perlak/alas
• Heparin
• Kapas
alcohol
• Bak
spuit
• Bengkok
• Penutup
udara dari karet
• Wadah
berisi es
• Beri label untuk menulis status klinis pasien
yang meliputi: nama, tanggal dan waktu, apakah menerima O2, bila ya berapa
liter dan dengan rute apa.
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
v PENGKAJIAN
·
Identitas
:
·
Umur:
Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
·
Riwayat
Masuk: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang
mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
·
Riwayat
Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti
sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
·
Pemeriksaan
fisik
-
Sistem
Integumen
Subyektif :
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat
dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
-
Sistem
Pulmonal
Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru,
-
Sistem
Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif
:Denyut nadi meningkat, pembuluh
darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur,
suara jantung tambahan
-
Sistem
Neurosensori
Subyektif
: gelisah, penurunan kesadaran,
kejang
Obyektif
: GCS menurun, refleks
menurun/normal, letargi
-
Sistem
Musculoskeletal
Subyektif
: lemah, cepat lelah
Obyektif
: tonus otot menurun, nyeri otot/normal,
retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
-
Sistem
genitourinaria
Subyektif
: -
Obyektif
: produksi urine menurun/normal,
-
Sistem
digestif
Subyektif
: mual, kadang muntah
Obyektif
: konsistensi feses normal/diare
-
Studi
Laboratorik
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah :
acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah
meningkat/normal
-
Elektrolit :
Natrium/kalsium menurun/normal
v DIAGNOSA
YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
2. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
3. Ketidakefektifan
pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukkan cairan dalam paru.
4. Cemas
sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan
untuk bernafas).
5. Ketidakmampuan
melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang
lemah).
6. Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang
terpajang informasi
v RENCANA
KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
Tujuan
: Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria
hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal
jantung.
Rencana
tindakan :
a) Catat
suara jantung
Rasional:
S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa. Irama gallop
sering ada (S2 dan S3). Murmur merupakan gambaran adanya
ketidaknormalan/stenosis dari katup.
b) Monitor
tekanan darah
Rasional:
pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama kelamaan badan/body
jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa
terjadi hipotensi berat.
c) Palpasi
denyut peripher
Rasional:
Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn denyut pada arteri radialis,
poplitea,dorsalis pedis dan posttibial. Denyut dapat yang cepat atau reguler
dan mungkin juga terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat di selingi denyut
yang lemah)
d) Lihat
warna kulit,pucat,cyanosis
Rasional:
Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer sebagai akibat sekunder dari
ketidakadekuatnya CO
e) Nilai
perubahan tanggapan panca indera seperti: lethargy, kebingungan, disoientasi
cemas dan depresi.
Rasional:
Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi cerebralsebagai akibat sekunder dari
penurunan CO
f) Collaborative
dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional:
meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk menanggulangi efek
hypoxia/iskemia.
g) Collaborative
pemberian diuretik
Rasional
: Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out put yang
relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup
diuretics akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.
h) Collaborative
pemberin digoxin
Rasional:
meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan melambatkan kecepatan denyut
jantung (heart rate) dengan menurunkan kecepatan konduksi dan memperpanjng
periode retrakter dari AV junction untuk meningkatkan efisiensi jantung/cardiac
out put.
Diagnosa
Keperawatan 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area
intertitial/alveoli) Tujuan: Pertukaran gas efektif
Kriteria
hasil: menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat pada jringan
di tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan
Rencana
tindakan:
a) Auskultasi
suara nafas, catat adanya krekels
Rasional:
Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang membutuhkan
penanganan lebih lanjut
b) Atur
posisi fowler dan bed rest
Rasional:
merangsang pengembangan paru secara maksimal.
c) Pantau/gambarkan
seri GDA, nadi oksimetri
Rasional:
hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
d) Collaborative
pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional:
meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia jaringan
e) Collaborative
pemberian obat Diuretic
Rasional:
Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas
f) Bronkodilator
Rasional
: Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.
Diagnosa
Keperawatan 3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan
dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam
rongga pleura
Tujuan:
Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria
hasil: Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Rencana
tindakan:
a. Identifikasi
faktor penyebab
Rasional:
Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang tepat
b. Kaji
kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi
Rasional:
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien
c. Baringkan
pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 60 – 90 derajat
Rasional:
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
d. Observasi
tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien). Rasional:
Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
e. Lakukan
auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam
Rasional:
Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru
f. Bantu
dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif
Rasional:
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot
dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif
g. Kolaborasi
dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax
Rasional:
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
Diagnose
keperawatan 4: Cemas atau ketakutan sehubungan dengan
adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan:
Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria
hasil: Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas
teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana
tindakan:
a. Berikan
posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
b. Jelaskan
mengenai penyakit dan diagnosanya
Rasional:
pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama
dalam perawatan.
c. Ajarkan
teknik relaksasi.
Rasional:
Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
d. Bantu
dalam menggunakan sumber koping yang ada
Rasional:
Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam
mengatasi stress.
e. Pertahankan
hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
Rasional:
Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
f. Kaji
faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas
Rasional:
Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan
membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan
g. Bantu
pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya
Rasional:
Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan
baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
Diagnose
keperawatan 5: Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas
sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)
Tujuan:
Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria
hasil: Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup
Rencana
tindakan:
a. Evaluasi
respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta
adanya perubahan tanda-tanda vital
Rasional:
Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b. Bantu
Px memenuhi kebutuhannya
Rasional:
Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri
c. Awasi
Px saat melakukan aktivitas
Rasional:
Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
d. Libatkan
keluarga dalam perawatan pasien
Rasional:
Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
e. Jelaskan
pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Rasional:
Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme
f. Motivasi
dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap
Rasional:
Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada
kondisi normal.
Diagnose
keperawatan 6: Kurang pengetahuan mengenai kondisi,
aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajan informasi
Tujuan: Pasien
dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Kriteria hasil:
-
Px dan keluarga menyatakan pemahaman
penyebab masalah
-
PX dan keluarga mampu mengidentifikasi
tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik
-
Px dan keluarga mengikuti program
pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah
terulangnya masalah
Rencana
tindakan:
a.
Kaji patologi masalah individu.
Rasional:
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar
untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik
b.
Kaji ulang tanda atau gejala yang
memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena,
distress pernafasan)
Rasional:
Berulangnya proses penyakit memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi
c.
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik
(contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional:
Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah
kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA
2014.
Fernando, L. 2012. Asuhan
Keperawatan pada Pasien Dengan Edema Paru Akut (Acute Lung Oedem). www.lentzeksplore.wordpress.com.
Diakses tanggal 19 Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar