Blog Of Nurse

Rabu, 21 Oktober 2015

ASKEP DHF



TINJAUAN TEORITIS

A.     Dengue Haemoragic Fever
1.  Konsep penyakit DHF
              PENGERTIAN 

Demam
Berdarah Dengue adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak, disertai manifestasi perdarahan dan berpotensi menimbulkan renjatan/syok dan kematian (DEPKES. RI, 1992).

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama (Mansjoer, 1999)
Penyakit demam berdarah (DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan dari orang keorang lain melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang sering menimbulkan wabah dan dapat menimbulkan kematian yang singkat. (www.dkk-bpp.com)
DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic Fever (DHF). (askep DHF.com)
Kesimpulan : penyakit demam berdarah adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang disebabkan oleh virus dengue dari nyamuk aedes aegypti, dan biasanya memburuk setelah 2 hari pertama.
 


B.     Anatomi dan Fisiologi Hematologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sum-sum tulang dan nodus limfa. Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter.
Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut :
·         Plasma darah
bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah.
Ø Butir-butir darah ( blood corpuscles), yang terdiri atas komponen sebagai berikut:
a.               Eritrosit (sel darah merah)
b.              Leukosit (sel darah putih)
c.               Trombosit (platelet) butir pembeku darah.



·      Sel darah merah (eritrosit)
merupakan cairan bikonkav dengan diameter sekitar 7 mikron, yang memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara membran dan inti sel, warnanya kuning kemerah-merahan karena didalamnya mengandung hemoglobin.
Komponen Eritrosit :
Ø  membran eritrosit
Ø  sistem enzim
Ø  hemoglobin, komponennya terdiri atas :
1.      heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi
2.      globin : bagian protein yang terdiri aats 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.
Terdapat sekitar 300 molekul Hb dalam setiap sel darah merah. Tugas akhir Hb adalah : menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari Hb.
     Sifat-sifat sel darah merah :
1.         Normositik = sel yang ukurannya normal
2.         Normokromik = sel dengan jumlah hemoglobin yang normal
3.         Mikrositik = sel yang ukurannya terlalu kecil
4.         Makrositik = sel yang ukurannya terlalu besar
5.         Hipokromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit
6.         Hiperkromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak
·      Sel darah putih ( Leukosit )
Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu. Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal.  Jenis-jenis dari golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan B : monosit dan makrofag serta golongan yang bergranula, yaitu eosinofil, basofil, dan neutrofil.
Fungsi sel darah putih adalah :
1.    Sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan sistem retikulo endotel
2.    Sebagai pengangkut yaitu mengangkut atau membawa zat lemak dari dinding usus melalui limfa terus ke pembuluh darah.

Sel darah putih terdiri atas beberapa jenis sel darah sebagai berikut :
1.    Agranulosit
Memiliki diameter sekitar 10-12 mikron. Granulosit terbagi menjadi 3 kelompok:
a.    Neutrofil : granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus atau granula, banyaknya sekitar 60%-70%.
b.    Eosinofil : berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil banyaknya kira-kira 24%.
c.    Basofil : berwarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil dari pada eosinofil, mempunyai inti yang bentuknya teratur banyaknya kira-kira 0.5%  disumsum merah. Basofil bekerja sebagai limfosit  sel mast dan mengeluarkan peptide vasoaktif.

2.    Granulosit
Terdiri atas limfosit dan monosit:
a.    Limfosit
Memiliki nukleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Ukurannya sekitar 7-15 mikron, banyaknya 20%-25 % yang berfungsi membunuh dan memakan bakteri yang masuk dalam jaringan tubuh.

Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan B.
Limfosit T meninggalkan susmsum tulang dan berkembang lama, kemudian bermigrasi menuju ke timus. kemudian sel-sel beredar dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen-antigen dimana mereka telah diprogramkan untuk mungenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya. Sel ini menghasilkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan mikroorganisme dan memberitahu sel-sel darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi.
Limfosit B terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai menjumpai antigen dimana mereka telah diprogram untuk mengenalinya. Pada tahap ini, limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta menghasilkan antibody.

b.   Monosit
Ukurannya lebih besar dari limfosit, protoplasmanya besar, warna biru sedikit abu-abu serta mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit dibentuk didalam sumsum tulang masuk kedalam sirkulasi dalam bentuk hematom dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Fungsinya sebagai fagosit, jumlahnya 34 % dari total komponen yang ada di sel darah putih.
Jumlah sel darah putih pada orang dewasa totalnya 4,0-11,0 x 10 9/l yang terbagi sebagi berikut.
Granulosit :
§   Neutrofil 2,5 – 7,5 x 109/ L
§   Eosinofil 0,04 – 0,44 x 109/ L
§   Basofil 0 – 0,10 x 109/ L
Limfosit 1,5 – 3,5 x 109/ L
Monosit 0,2 – 0,8 x 109/ L

3.    Keping darah (Trombosit)
Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang yang berbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti, dan hidup sekitar 10 hari.
Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000-400.000/milimeter), sekitar 30%-40% terkonsentrasi di dalam limpa dan sisanya bersirkulasi dalam darah.
Fungsi trombosit yaitu berperan penting dalam pembentukan bekuan darah diantaranya mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh yang cedera.

4.    Plasma darah
Plasma darah adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-kuningan hamper 90% dari plasma darah terdiri atas air.
Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah sebagai berikut :
1.        Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
2.        Garam-garam mineral seperti garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.
3.        Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah juga menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.
4.        Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, vitamin).
5.        Hormon  yaitu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
6.        Antibody

5.    Limpa
Merupakan organ lunak kurang lebih berukuran 1 kepalan tangan. Limpa terletak pada pojok atas kiri abdomen di bawah costa, limpa terdiri atas kapsula limpa fibroelastin, folikel (masa jaringan limpa) dan pulpa merah (jaringan ikat, sel eritrosit, sel leukosit).

Faktor-faktor Pembekuan Darah
Factor                         Nama
I                                   fibrinogen
II                                 protrombin
IV                                kalsium
V                                 labile factor, proaccelerin, dan accelerator (AC-)                                                                   globulin
VII                              proconvertin, serum, protrombin convertin accelerator                                                          (SPCA),cotromboplastin, dan autoprotrombin I
VIII                             Antihemophilic, factor, antihemophilic globulin (AHG)
IX                                plasma thromboplastin component (PTC)/chrismas factor
X                                 stuart-power factor
XI                                plasma tromboplastin antecedent (PTA)
XII                              factor Hageman
XIII                             factor stabilisasi febris





A.       ETIOLOGI
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina pada tahun 1953 – 1954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.

B.       PATOFISIOLOGI
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelia seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin, dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikardium. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic, dan kematian. Penyebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi.







C.   PATOFISIOLOGI

      Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
       Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
     Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
     Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.


D.       MANIFESTASI KLINIS
·           Demam mendadak, tinggi (dapat mencapai 39oC - 400C) disertai menggigil
·           Demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari, dan sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas seperti punggung unta).
·           Nyeri pada seluruh tubuh
·           Ruam 
·           Perdarahan

E.       KLASIFIKASI DHF
WHO 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
·           Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositopenia, dan hemokonsentrasi.
·           Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
·           Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat ( >120x/mnt ) tekanan nadi sempit, tekanan darah menurun.
·           Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

F.        KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a.         Perdarahan luas
b.        Shock atau renjatan
c.         Effusi pleura
d.        Penurunan kesadaran

G.      TEST DIAGNOSTIK
a.         Darah
§  Trombosit menurun
§  HB meningkat lebih 20 %
§  HT meningkat lebih 20 %
§  Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
§  Protein darah rendah
§  Ureum PH bisa meningkat
§  Na dan Cl rendah
b.        Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
§  Rontgen thorax : Effusi pleura
§  Uji  test  tourniket (+)

H.       PENATALAKSANAAN
a.         Tirah baring
b.        Pemberian makanan lunak
c.         Pemberian cairan melalui infus
Pemberian cairan intra vena (biasanya Ringer Lactat, NaCl) Ringer Lactat merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan,  mengandung Na + 130 mEq/liter, K + 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
d.        Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik.
e.         Anti konvulsi jika terjadi kejang
f.         Monitor tanda-tanda vital (T, S, N, RR)
g.        Monitor adanya tanda-tanda renjatan
h.        Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
i.          Periksa HB, HT, dan Trombosit setiap hari.







2.    Konsep Proses Keperawatan

A.       PENGKAJIAN
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 )
·           Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
·           Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
·           Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.
·           Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegipty.
·           Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
·           Pengkajian Per Sistem
a.         Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epitaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
b.        Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi DSS.
c.         Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositopenia, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
d.        Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesaran limpa, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
e.         Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah.
f.         Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi petekie, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.


B.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
·           Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
·           Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler karena meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah.
·           Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
·           Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
·           Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah (trombositopenia).






C.       RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

a)        DK : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
ü  Tujuan : Suhu tubuh normal
ü  Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36oC – 37oC
ü  Nyeri otot hilang
Intervensi :
§  Beri kompres air dingin
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi.
§  Anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
§  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional : Pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
§  Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau lebih sering
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
§  Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan suhu tubuh pasien.





b)       DK : Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya                 cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
ü  Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan
ü  Kriteria : Input dan output seimbang
ü  Vital sign dalam batas normal
ü  Tidak ada tanda presyok
ü  Akral hangat
ü  Capilarry refill < 3 detik
Intervensi :
§  Awasi vital sign tiap 3 jam / lebih sering
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler.
§  Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer.
§  Observasi intake dan output, catat warna urine / konsentrasi, dan BJ
Rasional : Penurunan pengeluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
§  Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml/hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral.
§  Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Meningkatkan jumlah cairan tubuh untuk mencegah  terjadinya hipovolemik syok.

c)        DK : Resiko Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan  yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
ü  Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
ü  Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
§  Monitor keadaan umum pasien
Rasional : Memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terjadi perdarahan (perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok).


§  Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Memastikan tidak terjadi presyok / syok.
§  Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan pasien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui sehingga dapat memberikan tindakan yang cepat dan tepat.
§  Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
§  Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan memiliki acuan untuk melakukan tindakan lebih lanjut.

d)       DK : Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari                   kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang               tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun
ü  Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
ü  Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 
ü  Menunjukkan berat badan yang seimbang
Intervensi :
§  Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
§  Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas makanan yang di konsumsi.
§  Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)
Rasional : Mengawasi penurunan BB/mengawasi efektifitas intervensi.
§  Berikan makanan sedikit namun sering
Rasional : meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
§  Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.

e)        DK : Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan                    faktor-faktor pembekuan darah ( trombositopenia )
ü  Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
ü  Kriteria : TD : 100/60 mmHg, N : 80-100x/menit reguler
ü  Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat
Intervensi :
§  Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, petekie.
§  Monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
§  Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
§  Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penanganan dini bila terjadi perdarahan.
§  Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.





DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Christantie. 1995. Perawatan Pasien DHF. Jakarta : EGC
Handayani, wiwik. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem hematologi. Jakarta : salemba medika.
Lemone, priscilia. 2004. Medical surgical nursing : crirical thinking in client care. Jakarta : EGC.
Penerbit Ikatan Sarjana Indonesia.2005. Informasi Spesialite Obat ( ISO ). Jakarta : PT. Ikrar Mandiri Abadi.
http://askepblogspot.com/2008/01/asuhan keperawatan pada klien dengan DHF-6163.html






Tidak ada komentar:

Posting Komentar