Blog Of Nurse

Selasa, 20 Oktober 2015

ASKEP KUSTA



BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
A.    Definisi
Kusta adalah penyakit kronik yang pertama kali menyerang susunan saraf perifer, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, kemudian dapat keorgan lain kecuali susunan saraf pusat. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukannya yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
B.     Etiologi
Mycobacterium Leprae yg ditemukan pertama kali oleh Akmauwer Hasen di norwegiaGH Armouer Hansen pada tahun 1874. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.
C.    Patofisiologi
          Kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan (Sel Schwan) dan kulit yang tidak utuh. Sumber penularan adalah penderita kusta yang banyak mengandung kuman (tipe multibasiler) yang belum diobati. Kuman masuk ke dalam tubuh menuju tempat predileksinya yaitu saraf tepi. Saat Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas pasien. Mycobacterium leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.     Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien berbeda.
          Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit imonologik.
           Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
1.    Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah  mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
2.    Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi basiler kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit. Masa inkubasinya yaitu 3-5 tahun
D.    Tanda dan Gejala
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atautipe dari penyakit tersebut yaitu:
1.          Bercak kulit berbentuk seperti koin di mana pada tempat bercak tersebut hilangnya atau berkurangnya kemampuan kulit untuk merasakan sensasi  sentuhan, nyeri, panas, atau dingin (mati rasa);
2.          Hilangnya kemampuan saraf yang terkena infeksi untuk merasakan sensasi di kulit.
3.          Lemas dan kelemahan otot;
4.          Foot drop atau clawed hand (tangan seperti mencakar) yang disebabkan nyeri akibat kerusakan saraf dan kerusakan saraf yang cepat.
5.          Luka bergaung umumnya pada tangan dan kaki
6.          Perubahan bentuk dari anggota gerak maupun struktur wajah karena rusaknya saraf
7.          Berubahnya kulit wajah menjadi lebih tebal (pada kusta lanjut).
Gejala-gejala umum pada kusta, reaksi :
1.    Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.
2.    Noreksia
3.    Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
4.    Cephalgia.
5.    Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis
6.    Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis, dan Hepatosplenomegali.
7.    Neuritis

E.     Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Bakteriologis
Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:
a.        Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.
b.        Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak ditemukan lesi ditempat lain.
c.         Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
d.        Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium leprae ialah:
·      Cuping telinga kiri atau kanan
·      Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain
·      Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:
-       Tidak menyenangkan pasien
Tidak akurat karena ada mikobakterium lain
-       Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir hidung apabila sedian apus kulit negatif.
-       Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit ditempat lain.
·      Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:
-       Semua orang yang dicurigai menderita kusta
-       Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien kusta
-       Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman resisten terhadap obat.
-       Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali
e.        Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam, yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett.
f.          Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates), globus dan clumps.
2.      Indeks Bakteri (IB)
Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala logaritma RIDLEY sebagai berikut:
a.         Bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandan
b.        Bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang
c.         Bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang
d.        Bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
e.         Bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
f.         Bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
g.        Bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

3.      Indeks Morfologi (IM)
Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.
F.     Komplikasi
            Komplikasi kusta bergantung pada seberapa cepat penyakit ini didiagnosis dan diobati secara efektif. Sangat sedikit komplikasi terjadi jika penyakit ini diobati cukup awal, tapi berikut ini ialah daftar komplikasi yang dapat terjadi ketika diagnosis dan pengobatan baik ditunda atau mulai terlambat dalam proses penyakit:
·         Kehilangan sensori (biasanya dimulai pada ekstremitas)
·         Kerusakan saraf permanen (biasanya di kaki)
·         Kelemahan otot
·         Cacat Progresif (misalnya, alis hilang, cacat jari-jari kaki, jari, dan hidung)
Selain itu, kehilangan sensori menyebabkan orang untuk melukai bagian tubuh tanpa individu menyadari bahwa ada cedera, hal ini dapat menyebabkan masalah tambahan seperti infeksi dan penyembuhan luka yang buruk.
G.    Penatalaksanaan

1.    Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Jenis-jenis obat kusta:
o  obat primer : dapsone, clofasimin, rifampisin, etionamide, prothionamide.
o  obat sekunder: INH, streptomycine
Ø Dosis menurut rekomendasi WHO :
a.    Kusta Paubacillary (tipe I, BT, TT)
-       Dapsone : 1 x 100 mg tiap hari
-       Rifampisin : 1 x 600 mg tiap bulan
Ket: Pengobatan harus diberikan 6 bulan berturut-turut atau 6 dosis dalam 9 bulan dan diawasi selam 2 tahun.
b.    Kusta Multibacillary (tipe BB, BL, LL)
-       Dapsone : 1 x 100 mg tiap bulan
-       Rifampisin : 1 x 600 mg tiap hari
-       Clofazimine : 1 x 300 mg tiap bulan (hari pertama) kemudian dilajutkan dengan 1 x 50 mg/hari
Ket : Pengobatan 24 bulan berturut-turut dan diawasi ± 5 tahun
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
Ø Dosis untuk anak
a.    Klofazimin:Umur dibawah 10 tahun
-       Bulanan 100mg/bulan
-       Harian 50mg/2kali/minggu
-       Umur 11-14 tahun
-       Bulanan 100mg/bulan
-       Harian 50mg/3kali/minggu
-       DDS:1-2mg /Kg BB
b.    Rifampisin:10-15mg/Kg BB
1)   Pengobatan MDT terbaru
Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.
2)   Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.
2.    Perawatan Umum
Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.

Ø  Perawatan mata dengan lagophthalmos
o  Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran.
o  Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat.
o  Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu
Ø  Perawatan tangan yang mati rasa
o  Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda luka, melepuh
o  Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam
o  Keadaan basah diolesi minyak
o  Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus
o  Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku
o  Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
Ø  Perawatan kaki yang mati rasa
o  Penderita memeriksa kaki tiap hari
o  Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam
o  Masih basah diolesi minyak
o  Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus
o  Jari-jari bengkok diurut lurus
o  Kaki mati rasa dilindungi
Ø  Perawatan luka
o  Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam
o  Luka dibalut agar bersih
o  Bagian luka diistirahatkan dari tekanan
o  Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas
o  Tanda penderita melaksanakan perawatan diri:
o  Kulit halus dan berminyak
o  Tidak ada kulit tebal dan keras
o  Luka dibungkus dan bersih
o  Jari-jari bengkak menjadi kaku
H.    Prognosis
Pada kasus kusta yang tidak diterapi, pasien yang bisa sembuh sendiri tanpa pengobatan adalah pasien yang mengidap kusta tipe TT dan BT yang berkembang menjadi TT. Sementara yang lainnya akan terjadi perkembangan secara progresif. Gejala yang timbul sering kali karena cedera saraf dan fase reaksi.
BT, BB, BL, LLs bisa berkembang menjadi lebih buruk upgrade, sementara BT, BB dan BL yang downgrading akan dapat sembuh sendiri. BL, LLs, dan LLp bisa berkembang mejadi ENL. Neutritis perifer sering kali mengakibatkan kerusakan saraf sensoris permanen dan susah untuk ditangan, hanya dapat dikurangi peradangannya dengan kortikosteroid.




BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
1.      Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.
2.      Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien dengan penyakit kusta datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh.
3.      Riwayat kesehatan masa lalu
Pada klien dengan  reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
4.      Riwayat kesehatan keluarga
kusta merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
5.      Riwayat psikologi
Klien yang menderita penyakit kusta akan malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.


6.      Pola aktivitas sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.
Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alismata akan rontok.
Sistem syaraf
Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Akibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip
Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).


Kerusakan fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
System Musculoskeletal Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
System Integumen Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.

B.     Diagnosa Keperawatan
·         Nyeri kronik berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera.
·         Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
·         Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot.
·         Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.
·         Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental.
·         Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
·         Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat.





C.    RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Nyeri kronik berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera.
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
o Menyatakan secara verbal pengetahuan tantang cara alternatif untuk meredakan nyeri
o Tidak menunjukkan adanya nyeri meningkat
3.      Nyeri teratasi
o Kaji tingkat nyeri termasuk termasuk karakteristik,kualitas,durasidan frekwensi
o Observasi tanda-tanda vital.
o Ajarkan dan anjurkan kilien melakukan tehnik relaksasi
o Atur posisi senyaman mungkin.
o Kolaborasi dalam penberian analgetik

2.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi.
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      menunjukkan regenerasi jaringan
2.      tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit
3.      eritema kulit dan eritema di sekitar luka minimal
o  Kaji/catat warna lesi, perhatikan jika ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
o  Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi inflamasi
o  Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi, perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar.
o  Bersihkan lesi dengan sabun pada waktu direndam.
o  Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan.
o  Konsultasi pada dokter tentang implementsi pemberian makanan dan nutrisi untuk meningkatkan potensi penyembuhan luka

3.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      Menunjukan toleransi aktivitas
2.      Menampilkan aktifitas kehidupan sehari-hari
1.      Kaji tingkat kemampuan klien
2.      Anjurkan periode untuk istrahat dan aktivitas secara bergantian
3.      Bantu klien untuk mengubah posisi secara berkala
4.      Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif 
5.      Kolaborasi dengan ahli terapi dalam memberikan terapi yang tepat

1.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan 
dan kehilangan fungsi tubuh.
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
2.      Menentukan penerimaan penampilan
3.      Memelihara interaksi sosial yang dekat dan hubungan personal
1.      Kaji respon verbal dan nonverbal klien terhadap dirinya
2.      Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
3.      Beri dorongan kepeda klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
4.      Bantu klien dalam mengatasi masalahnya

5.      Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      Menunjukkan keterlibatan sosial
2.      Dapat berinteraksi baik dengan masyarakat
3.      Berpartisipasi dalam aktivitas dengan orang lain
4.      Mengembangkan hubungan satu sama lain
1.      Bina hubungan teraupetik dengan pasien yang mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang lain
2.      Bantu pasien membedakan antara persepsi dan kenyataan
3.      Kurangi stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien
4.      Fasilitasi kemempuan individuuntuk berinteraksi dengan orang lain
5.      Fasilitasi dukungan kepada pasien oleh keluarga, teman, dan komunitas

6.      Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2.      Mengidentifikasi , mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas
1.      Kaji tingkat kecemasan
2.      Gunakan pendekatan yang menenangkan
3.      Jelaskan semua prosedur dan apa yang di rasakan selama prosedur
4.      Dorond pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan persepsi
5.      Kolaborasi dalam pemberian obat penurun cemas

7.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat
Tujuan dak kriteria hasil
( NOC )
Intervensi
( NIC )
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
1.      Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2.      Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang di jelaskan secara benar
3.      Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang di jelaskan
1.      Kaji tingkat pengetahuan pasien
2.      Beri informasi tentang penyakit dan pengobatan kepeda pasien
3.      Berikan motivasi pada klien tentang kesembuhannya
4.      Diskusikan setiap tindakan yang berhubungan dengan penyakitnya.








PENYIMPANAN KDM






Micobacterium Leprae
 


 





















DAFTAR PUSTAKA
Depkes, (1998), Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes Jakarta
Docter, M,Joanne,dkk. 2011. Nursing Intervention classification (NIC). USA : mosby. Ester,monica (editor indonesia) dan herdman (editor amerika).
Judith M Wilkikson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. Dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Media Aesculapius. Jakarta:EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan  Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Jil 2. Ed. Revisi. Media Action Publishing. Yogyakarta.
Riyanto agus. 2012. www: http//dr-suparyanto.blogspot.com. Penyakit kusta atau lepra. Diakses pada tanggal 12 April 2015.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar