BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
A.
Definisi
Kusta adalah penyakit kronik yang
pertama kali menyerang susunan saraf perifer, selanjutnya dapat menyerang
kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, kemudian dapat keorgan
lain kecuali susunan saraf pusat. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen,
sesuai dengan nama yang menemukannya yaitu Dr.
Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut
Morbus Hansen. Kusta adalah penyakit yang menahun dan
disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi,
kulit dan jaringan tubuh lainnya.
B.
Etiologi
Mycobacterium Leprae yg ditemukan pertama kali oleh Akmauwer
Hasen di norwegiaGH Armouer Hansen pada tahun 1874. Kuman ini bersifat tahan asam
berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada
yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama
jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan.
Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.
C. Patofisiologi
Kuman Mycobacterium leprae masuk ke
dalam tubuh melalui saluran pernafasan (Sel Schwan) dan kulit yang tidak utuh.
Sumber penularan adalah penderita kusta yang banyak mengandung kuman (tipe
multibasiler) yang belum diobati. Kuman masuk ke dalam tubuh menuju tempat
predileksinya yaitu saraf tepi. Saat Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh,
perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh
setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas pasien.
Mycobacterium leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin,
yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding
dengan derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien berbeda.
Setelah mikobakterium leprae masuk
kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada
kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui tergantung pada
derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien. Kalau sistem
imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah
berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi
didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi
yang sedikit.
Derajat
penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun pada tiap
pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler
dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit
imonologik.
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai
saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman
kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang
mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
1.
Melalui
sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah
mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
2.
Kontak
kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun,
keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak
yang lama dan berulang-ulang.
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe
multi basiler kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Sebagian besar
para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran
pernapasan dan kulit. Masa inkubasinya yaitu 3-5 tahun
D.
Tanda
dan Gejala
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam,
tergantung dari tingkat atautipe dari penyakit
tersebut yaitu:
1.
Bercak
kulit berbentuk seperti koin di mana pada tempat bercak tersebut hilangnya atau
berkurangnya kemampuan kulit untuk merasakan sensasi sentuhan, nyeri,
panas, atau dingin (mati rasa);
2.
Hilangnya
kemampuan saraf yang terkena infeksi untuk merasakan sensasi di kulit.
3.
Lemas
dan kelemahan otot;
4.
Foot drop atau clawed hand (tangan
seperti mencakar) yang disebabkan nyeri akibat kerusakan saraf dan kerusakan
saraf yang cepat.
5.
Luka
bergaung umumnya pada tangan dan kaki
6.
Perubahan
bentuk dari anggota gerak maupun struktur wajah karena rusaknya saraf
7.
Berubahnya
kulit wajah menjadi lebih tebal (pada kusta lanjut).
Gejala-gejala umum pada kusta,
reaksi :
1. Panas dari derajat yang
rendah sampai dengan menggigil.
2. Noreksia
3. Nausea, kadang-kadang disertai
vomitus.
4. Cephalgia.
5. Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis
6. Kadang-kadang disertai
dengan Nephrosia, Nepritis, dan Hepatosplenomegali.
7. Neuritis
E.
Pemeriksaan
Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan Bakteriologis
Ketentuan pengambilan sediaan adalah
sebagai berikut:
a.
Sediaan diambil dari kelainan kulit
yang paling aktif.
b.
Kulit muka sebaiknya dihindari karena
alasan kosmetik kecuali tidak ditemukan lesi ditempat lain.
c.
Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi
kulit yang sama dan bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
d.
Lokasi pengambilan sediaan apus untuk
pemeriksaan mikobakterium leprae ialah:
·
Cuping telinga kiri atau kanan
·
Dua sampai empat lesi kulit yang aktif
ditempat lain
·
Sediaan dari selaput lendir hidung
sebaiknya dihindari karena:
- Tidak
menyenangkan pasien
Tidak akurat karena ada mikobakterium lain
- Tidak pernah
ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir hidung apabila sedian apus
kulit negatif.
- Pada
pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dulu negatif
dari pada sediaan kulit ditempat lain.
·
Indikasi pengambilan sediaan apus
kulit:
- Semua orang
yang dicurigai menderita kusta
- Semua pasien
baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien kusta
- Semua pasien
kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman resisten terhadap
obat.
- Semua pasien MB
setiap 1 tahun sekali
e.
Pemerikaan bakteriologis dilakukan
dengan pewarnaan tahan asam, yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett.
f.
Cara menghitung BTA dalam lapangan
mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau
seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh
(solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates), globus dan clumps.
2.
Indeks Bakteri (IB)
Merupakan ukuran semikuantitatif
kepadatan BTA dalam sediaan hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan
mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala logaritma
RIDLEY sebagai berikut:
a.
Bila tidak ada
BTA dalam 100 lapangan pandan
b.
Bila 1-10 BTA
dalam 100 lapangan pandang
c.
Bila 1-10 BTA
dalam 10 lapangan pandang
d.
Bila 1-10 BTA
dalam rata-rata 1 lapangan pandang
e.
Bila 11-100 BTA
dalam rata-rata 1 lapangan pandang
f.
Bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
g.
Bila >1000
BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
3.
Indeks Morfologi (IM)
Merupakan persentase BTA bentuk utuh
terhadap seluruh BTA. IM digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman,
mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap
obat.
F. Komplikasi
Komplikasi kusta bergantung pada
seberapa cepat penyakit ini didiagnosis dan diobati secara efektif. Sangat
sedikit komplikasi terjadi jika penyakit ini diobati cukup awal, tapi berikut
ini ialah daftar komplikasi yang dapat terjadi ketika diagnosis dan pengobatan
baik ditunda atau mulai terlambat dalam proses penyakit:
·
Kehilangan sensori (biasanya dimulai
pada ekstremitas)
·
Kerusakan saraf permanen (biasanya di
kaki)
·
Kelemahan otot
·
Cacat Progresif (misalnya, alis hilang,
cacat jari-jari kaki, jari, dan hidung)
Selain itu, kehilangan
sensori menyebabkan orang untuk melukai bagian tubuh tanpa individu menyadari
bahwa ada cedera, hal ini dapat menyebabkan masalah tambahan seperti infeksi
dan penyembuhan luka yang buruk.
G.
Penatalaksanaan
1.
Terapi Medik
Tujuan utama
program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan mencegah
timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta
terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Jenis-jenis obat kusta:
o
obat
primer : dapsone, clofasimin, rifampisin, etionamide, prothionamide.
o
obat
sekunder: INH, streptomycine
Ø Dosis menurut rekomendasi WHO :
a. Kusta Paubacillary (tipe I, BT, TT)
-
Dapsone
: 1 x 100 mg tiap hari
-
Rifampisin
: 1 x 600 mg tiap bulan
Ket:
Pengobatan harus diberikan 6 bulan berturut-turut atau 6 dosis dalam 9 bulan dan
diawasi selam 2 tahun.
b. Kusta Multibacillary (tipe BB, BL,
LL)
-
Dapsone
: 1 x 100 mg tiap bulan
-
Rifampisin
: 1 x 600 mg tiap hari
-
Clofazimine
: 1 x 300 mg tiap bulan (hari pertama) kemudian dilajutkan dengan 1 x 50
mg/hari
Ket
: Pengobatan 24 bulan berturut-turut dan diawasi ± 5 tahun
Pengobatan 24
dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis
dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan
bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang
diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
Ø Dosis untuk
anak
a. Klofazimin:Umur
dibawah 10 tahun
-
Bulanan 100mg/bulan
-
Harian 50mg/2kali/minggu
-
Umur 11-14 tahun
-
Bulanan 100mg/bulan
-
Harian 50mg/3kali/minggu
-
DDS:1-2mg /Kg BB
b. Rifampisin:10-15mg/Kg
BB
1) Pengobatan MDT
terbaru
Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut
WHO(1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis
tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien
langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6
dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan
dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.
2) Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak
4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB
dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.
2.
Perawatan Umum
Perawatan pada morbus hansen umumnya
untuk mencegah kecacatan. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan
fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu
keadaan reaksi netral.
Ø Perawatan mata
dengan lagophthalmos
o
Penderita memeriksa mata setiap hari
apakah ada kemerahan atau kotoran.
o
Penderita harus ingat sering kedip
dengan kuat.
o
Mata perlu dilindungi dari kekeringan
dan debu
Ø Perawatan
tangan yang mati rasa
o
Penderita memeriksa tangannya tiap hari
untuk mencari tanda- tanda luka, melepuh
o
Perlu direndam setiap hari dengan air
dingin selama lebih kurang setengah jam
o
Keadaan basah diolesi minyak
o
Kulit yang tebal digosok agar tipis dan
halus
o
Jari bengkok diurut agar lurus dan
sendi-sendi tidak kaku
o
Tangan mati rasa dilindungi dari panas,
benda tajam, luka
Ø Perawatan kaki
yang mati rasa
o
Penderita memeriksa kaki tiap hari
o
Kaki direndam dalam air dingin lebih
kurang ½ jam
o
Masih basah diolesi minyak
o
Kulit yang keras digosok agar tipis dan
halus
o
Jari-jari bengkok diurut lurus
o
Kaki mati rasa dilindungi
Ø Perawatan luka
o
Luka dibersihkan dengan sabun pada
waktu direndam
o
Luka dibalut agar bersih
o
Bagian luka diistirahatkan dari tekanan
o
Bila bengkak, panas, bau bawa ke
puskesmas
o
Tanda penderita melaksanakan perawatan
diri:
o
Kulit halus dan berminyak
o
Tidak ada kulit tebal dan keras
o
Luka dibungkus dan bersih
o
Jari-jari bengkak menjadi kaku
H.
Prognosis
Pada kasus kusta yang tidak
diterapi, pasien yang bisa sembuh sendiri tanpa pengobatan adalah pasien yang
mengidap kusta tipe TT dan BT yang berkembang menjadi TT. Sementara yang
lainnya akan terjadi perkembangan secara progresif. Gejala yang timbul sering kali
karena cedera saraf dan fase reaksi.
BT, BB, BL, LLs bisa berkembang menjadi lebih buruk
upgrade, sementara BT, BB dan BL yang downgrading akan dapat sembuh sendiri.
BL, LLs, dan LLp bisa berkembang mejadi ENL. Neutritis perifer sering kali
mengakibatkan kerusakan saraf sensoris permanen dan susah untuk ditangan, hanya
dapat dikurangi peradangannya dengan kortikosteroid.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1. Biodata
Umur memberikan
petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan dewasa pemberian
dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi dan
tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian
besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.
2. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien
dengan penyakit kusta datang berobat
dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan
pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan
adanya komplikasi pada organ tubuh.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada klien
dengan reaksinya mudah terjadi jika
dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
kusta merupakan penyakit
menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae)
yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga
yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
5. Riwayat psikologi
Klien yang
menderita penyakit
kusta akan malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit
ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik
diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan
fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.
6. Pola aktivitas sehari-hari
Aktifitas
sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun
kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam
perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan
Pemeriksaan
Fisik
Keadaan
umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi
ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi
motorik.
Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi
sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi
infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan
mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.Pada morbus hansen tipe II
reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan
mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis
mata maka alismata akan rontok.
Sistem syaraf
Kerusakan
fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik
ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Akibat kurang/
mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi
luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip
Kerusakan
fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat
menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak
dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat
terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan
mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).
Kerusakan
fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar
keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga
kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
System Musculoskeletal Adanya gangguan fungsi saraf
tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika
dibiarkan akan atropi.
System
Integumen Terdapat
kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem
(kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada
kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar
minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering,
tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan
jika terdapat bercak.
B. Diagnosa Keperawatan
·
Nyeri
kronik berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera.
·
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
·
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot.
·
Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.
·
Isolasi
sosial berhubungan dengan perubahan status mental.
·
Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
·
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat.
C. RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN
1.
Nyeri kronik berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera.
Tujuan
dan kriteria hasil
(
NOC )
|
Intervensi
(
NIC )
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil yaitu
o Menyatakan
secara verbal pengetahuan tantang cara alternatif untuk meredakan nyeri
o Tidak
menunjukkan adanya nyeri meningkat
3.
Nyeri teratasi
|
o Kaji
tingkat nyeri termasuk termasuk karakteristik,kualitas,durasidan frekwensi
o Observasi tanda-tanda vital.
o Ajarkan
dan anjurkan kilien melakukan tehnik relaksasi
o Atur
posisi senyaman mungkin.
o Kolaborasi
dalam penberian analgetik
|
2.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi.
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria
hasil yaitu
1. menunjukkan regenerasi jaringan
2. tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit
3. eritema kulit dan eritema di sekitar luka minimal
|
o
Kaji/catat warna lesi, perhatikan jika
ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
o
Berikan perawatan khusus pada
daerah yang terjadi inflamasi
o
Evaluasi warna lesi dan jaringan
yang terjadi inflamasi, perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar.
o
Bersihkan lesi dengan sabun pada
waktu direndam.
o
Istirahatkan bagian yang terdapat
lesi dari tekanan.
o
Konsultasi
pada dokter tentang implementsi pemberian makanan dan nutrisi untuk
meningkatkan potensi penyembuhan luka
|
3. Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria hasil
yaitu
1. Menunjukan toleransi aktivitas
2. Menampilkan aktifitas kehidupan sehari-hari
|
1. Kaji tingkat kemampuan klien
2. Anjurkan periode untuk istrahat dan aktivitas secara
bergantian
3. Bantu klien untuk mengubah posisi secara berkala
4. Lakukan latihan rentang gerak secara
konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif
5. Kolaborasi dengan ahli terapi dalam memberikan terapi yang
tepat
|
1.
Gangguan citra tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan
dan kehilangan fungsi tubuh.
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria
hasil yaitu
1. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
2. Menentukan penerimaan penampilan
3. Memelihara interaksi sosial yang dekat dan hubungan
personal
|
1. Kaji respon verbal dan nonverbal klien terhadap dirinya
2. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan
prognosis penyakit
3. Beri dorongan kepeda klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaannya
4. Bantu klien dalam mengatasi masalahnya
|
5.
Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria
hasil yaitu
1. Menunjukkan keterlibatan sosial
2. Dapat berinteraksi baik dengan masyarakat
3. Berpartisipasi dalam aktivitas dengan orang lain
4. Mengembangkan hubungan satu sama lain
|
1. Bina hubungan teraupetik dengan pasien yang mengalami
kesulitan berinteraksi dengan orang lain
2. Bantu pasien membedakan antara persepsi dan kenyataan
3. Kurangi stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien
4. Fasilitasi kemempuan individuuntuk berinteraksi dengan
orang lain
5. Fasilitasi dukungan kepada pasien oleh keluarga, teman,
dan komunitas
|
6. Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan dan kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria
hasil yaitu
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas
2. Mengidentifikasi , mengungkapkan dan menunjukkan tehnik
untuk mengontrol cemas
|
1. Kaji tingkat kecemasan
2. Gunakan pendekatan yang menenangkan
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang di rasakan selama
prosedur
4. Dorond pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan
persepsi
5. Kolaborasi dalam pemberian obat penurun cemas
|
7.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat
Tujuan dak kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24 jam kriteria
hasil yaitu
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang di
jelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang di
jelaskan
|
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
2. Beri informasi tentang penyakit dan pengobatan kepeda
pasien
3. Berikan motivasi pada klien tentang kesembuhannya
4. Diskusikan setiap tindakan yang
berhubungan dengan penyakitnya.
|
PENYIMPANAN
KDM
|
|||
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, (1998), Buku
Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes Jakarta
Docter,
M,Joanne,dkk. 2011. Nursing Intervention
classification (NIC). USA : mosby. Ester,monica (editor indonesia) dan
herdman (editor amerika).
Judith
M Wilkikson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku
Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. Dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Media
Aesculapius. Jakarta:EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi
Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Jil 2. Ed. Revisi.
Media Action Publishing. Yogyakarta.
Riyanto
agus. 2012. www: http//dr-suparyanto.blogspot.com. Penyakit kusta atau lepra. Diakses pada tanggal 12 April 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar