BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Otitis media akut (OMA) adalah suatu
radang mukoperiosteum dari rongga telinga tengah yang disebabkan oleh kuman.
Pada umumnya merupakan komplikasi dari infeksi atau radang saluran nafas atas,
misalnya common cold, influenza, sinusitis, morbili, dan sebagainya. Infeksi
kebanyakan melaui tuba Eustachii, selanjutnya masuk ke telinga tengah.Adapun
infeksi saluran nafas bagian atas akan menyebabkan invasi kuman ke telinga
tengah bahkan sampai ke mastoid. Kuman penyebab utama adalah bakteri piogenik
seperti Streptococcus hemolitikus, Staphylococcus aereus, Streptococcus pneumonia
dan Haemophilus influeza.
OMA lebih sering terjadi pada anak oleh
karena infekasi saluran nafas atas sangat sering terjadi pada anak – anak dan bentuk
anatomi tuba Eustachii pada anak lebih pendek, lebar dan agak horisontal
letaknya dibanding orang dewasa. Dengan keadaan itu infeksi mudah menjalar
melalui tuba Eustachii. Menurut Klein dan Howie frekuwensi tertinggi di OMA
terdapat pada bayi dan anak berumur 0-2 tahun. Sedangkan menurut Moch. Zaman
melaporkan 50 % dari kasus OMA ditemukan pada anak berumur 0 – 5 tahun dan
frekwensi tertinggi pada umur 0-1 tahun.
Gejala klinis dari OMA antara lain sakit
telinga, demam, kadang disertai otore bila telah terjadi perforasi dari membran
timpani. OMA dapat sembuh dengan atau tanpa disertai perforasi membran timpani,
tetapi dapat pula berlanjut menjadi otitis media kronik (OMK) dan otitis media
dengan efusi (OME). Proses peradangan akut pada telinga tengah berjalan cepat
dan sebagian dapat menimbulkan proses destruktif, tidak hanya mengenai
mukoperiostium saja tetapi juga mengenai tulang-tulang sekitarnya karena
telinga tengah hanya dibatasi tulang-tulang yang tipis. Adapun penjalaran
penyakit ke daerah sekitarnya tergantung pada keadaan penyakitnya sendiri dan
terapi yang diberikan.Otitis media akut atau OMA dapat memberikan komplikasi
seperti abses subperiosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses
otak).
Oleh karena itu kemampuan dalam mendiagnosis
OMA secara tepat dan akurat haruslah di miliki terutama oleh tenaga kesehatan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka kami menyajikan makalah tentang
Diagnosis dan Penatalaksanaan dari Otitis Media Akut.
1.2 Rumusan Masalah
·
Tinjauan Teoritis Otitis media
·
Tinjauan Teoritis Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Otitis media akut berdasarkan NANDA, NOC, dan NIC
1.3 Tujuan
a.
Tujuan Umum
Setelah dilakukan seminar
diharapkan mahasiswa memahami tentang asuhan
keperawatan Otitis Media Akut.
b.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan seminar mahasiswa memahami tentang :
1. Pengertian Otitis Media Akut.
2. Etiologi Otitis Media Akut.
3. Patofisiologi dan phatway
Otitis Media Akut.
4. Kompliksi Otitis Media Akut.
5. Pemeriksaan penunjang Otitis Media
Akut.
6. Asuhan keperawatan Otitis
Media Akut.
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Otitis media akut (OMA) adalah
peradangan akut sebagian atau seluruh peroisteum telinga tengah. (Mansjoer,
Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)
Otitis media akut adalah infeksi
akut telinga tengah. Penyebab utamanya adalah masuknya bakteri pathogenic ke
dalam telinga tengah yang normalnya steril.
(Brunner & Suddart. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3)
(Brunner & Suddart. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3)
OMA adalah peradangan telinga bagian
tengah yang disebabkan oleh pejalaran infeksi dari tenggorok (farinitis) OMA
sering terjadi pada anak-anak (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
Otitis media akut adalah peradangan pada
telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ
yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu
keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara
alamiah teradapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga
tengah oleh ezim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba
eustachii. Otitis media akut ini terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem
pelindung tadi, sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor
utama terjadinya otitis media, pada anak-anak semakin seringnya terserang
infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media akut juga
semakin sering.
Pembagian stadium otitis media akut:
1. Stadium
oklusi tuba eustachius
Terdapat gambaran
retraksi embran timpani akibat tekanan negative di dalam telinga tengah. Kadang
berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat di deteksi.
2. Stadium
hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah
yang melebar di membrane timpani atau seluruh membrane timpani tampak hiperemis
serta edema. Secret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa
sehingga sukar terlihat.
3. Stadium
supurasi
Membrane timpani
menonjol kearah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah
dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat purulen di
kavum timpani.
4. Stadium
perforasi
Terjadi karena
pemberian antibiotic yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat
terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah
ke telinga luar.
5. Stadium
resolusi
Bila membrane timpani
tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi,
maka secret akan berkurang dan mongering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.
(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)
(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)
2.2
Anatomi
dan Fisiologi
Telinga adalah organ pendengaran. Syaraf
yang melayani indera ini adalah syaraf cranial ke delapan atau nervus
auditorius. Telinga terdiri dari 3 bagian, yaitu: telinga luar, telinga tengah
dan rongga telinga dalam.
1. Telinga
Luar
Telinga luar, yang
terdiri dari aurikula (pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari
telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani
(gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih
setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun
terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus
telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya
sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius
eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan
dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan
menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter.
Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit
terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.
Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal
mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi
seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga
mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya
mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
2. Telinga
Tengah
Telinga tengah
mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli
dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu
hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga
tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran
kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela
bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana
sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau
struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran
ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe. Tuba eustachii yang
lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke
nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat
kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau
menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan
tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
3. Telinga
Dalam
Telinga dalam tertanam
jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan
keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus
fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari
komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang
labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak
membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan
dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan
dan arah gerakan seseorang. Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang
sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir
untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak
sem-purna mengisinya, Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan
perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak
melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus,
akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti.
(Anatomi dan Fisiologi
untuk paramedic. Pearce, C Evelyn. 2002)
2.3
Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus
aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia coli,
streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa. (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Faktor Predisposisi:
1. infeksi
kronis adenoid
2. tonsilitis
3. rhinitis
4. sinusitis
5. batuk rejan
6. morbili
7. pada anak :
kondisi tuba yang pendek, lebar, horizontal
2.4 Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti
radang tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
eustachius. Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan
infeksi saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran,
tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.
Sel darah
putih akan melawan sek-sel bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri,
sedikitnya terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel jika
lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam bergerak bebas. Cairan yang terlalu banyak
tersebut, akhirnya dapat merobek
gendang telinga karena tekanannya. (Kapita
selekta kedokteran, 1999).
2.5
Manifestasi
Klinis
Gejala klinis otitis mediatergantung
pada stadium penyakit dan umur pasien :
1.
Biasanya gejala awal berupa
sakit telinga tengah yang berat dan menetap.
2.
Biasa tergantung gangguan
pendengaran yang bersifat sementara.
3.
Pada anak kecil dan bayi dapat
mual, muntah, diare, dan demam sampai 39,50Derajat Celcius, gelisah,
susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.
4.
Gendang telinga mengalami
peradangan yang menonjol.
5.
Keluar cairan yang awalnya
mengandung darah lalu berubah menjadi cairan jernih dan akhirnya berupa nanah
(jika gendang telinga robek).
6.
Membran timpani merah, sering
menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat.
7.
Keluhan nyeri telinga
(otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada anak yang belum dapat
bicara.
8.
Anoreksia (umum).
9.
Limfadenopati servikal
anterior.
(Kapita selekta kedokteran,
1999).
Menurut MM.
Carr secara klinik otitis eksterna terbagi menjadi 4:
a.
Otitis Eksterna Ringan : kulit liang
telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga menyempit.
b.
Otitis Eksterna Sedang : liang
telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat positif
c.
Otitis Eksterna Komplikas :
Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak
d.
Otitis Eksterna Kronik : kulit liang
telinga/pina menebal, keriput, eritema positif
2.6
Pemeriksaan Penunjang
1.
Otoscope untuk melakukan
auskultasi pada bagian telinga luar.
2.
Timpanogram untuk mengukur
keseuaian dan kekakuan membrane timpani.
3.
Kultur dan uji sensitifitas ;
dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah
melalui membrane timpani).
4.
Otoskopi pneumatik (pemeriksaan
telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan
udara kecil). Untuk menilai respon endang telinga terhadap perubahan tekanan
udara.
2.7 Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan
medis
a. Pemberian
obat Antibiotik
1) Tujuan
Tujuan pemberian antibiotic, untuk melumpuhkan atau menghilangkan bakteri.
2) Efek samping
Jika diberikan secara kontinyu
dan tidak teratur, akan menyebabkan resistensi bakteri, dan
akan menimbulkan alergi baru jika antibiotik tidak cocok dengan tubuh.
3) Indikasi
Lebih banyak diberikan pada penderita peradangan
yang disebabkan oleh bakteri.
4) Kontra indikasi
Berbahaya diberikan pada penderita
bronchitis, asma dan aritmia.
b) Pemberian obat Analgesik
1) Tujuan
Untuk menghilangkan nyeri.
2) Efek samping
Umumnya Asam Mefenamat dapat
diberikan dengan baik pada dosis yang dianjurkan, Pada beberapa kasus pernah
dilaporkan terjadinya rasa mual, muntah, diare, pada penggunaan jangka panjang
yang terus menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehan dapat mengakibatkan
agranulositosis dan hemolitik anemia.
3) Indikasi
Untuk menghilangkan segala
macam nyeri dan ringan sampai sedang dalam kondisi akut dan kronis termasuk
nyeri karena trauma.
4) Kontraindikasi
Pada penderita tukak lambung
pendenta asma, penderita ginjal dan penderita yang hipersensitif.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Mengkaji
nyeri.
b. Mengkompres
hangat.
c. Mengurangi
kegaduhan pada lingkungan klien.
d. Instruksikan
kepada keluarga tentang komunikasi yang efektif.
e. Memberikan
informasi segala yang terkait dengan penyakit otitis media.
2.8
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada otitis media :
1. Komplikasi yang terjadi pada
Otitis media adalah :
a. Infeksi pada tulang sekitar
telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
b. Labirinitis (infeksi pada
kanalis semisirkuler).
c. Tuli.
d. Peradangan pada selaput otak
(meningitis).
e. Abses otak.
f. Ruptur membrane timpani.
2. Tanda-tanda terjadi komplikasi
:
a. Sakit kepala.
b. Tuli yang terjadi secara
mendadak.
c. Vertigo (perasaan berputar).
d. Demam dan menggigil.
2.9
Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
1. pencegahan ISPA pada bayi dan
anak-anak.
2. pemberian ASI minimal selama 6
bulan.
3. penghindaran pemberian susu di
botol saat anak berbaring.
4. dan penghindaran pajanan terhadap
asap rokok.
5. Berenang kemungkinan besar tidak
meningkatkan risiko OMA.
BAB III
Kosep Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
a. Anamnesa
Nama klien, No. Rek. Media, Usia (Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun), Tinggi dan berat badan, Tanggal dan
waktu kedatangan, Orang yang dapat dihubungi.
b. Keluhan Utama
Menanakan
alasan klien berobat ke rumah sakit dan menanyakan apa saja keluhan yang ia
rasakan.
c. Riwayat Kesehatan Dulu
menanyakan apakah klien pernah mengalami
otitis media sebelumnya.
d. Riwayat
kesehatan keluarga
menanyakan apakah ada anggota keluarga yang
memiliki riwayat penyakit ini sebelumnya
e. Riwayat
penyakit sekarang
tanyakan pada klien gejala-gejala apa saja yang dirasakannya saat ini.
f. Pengkajian pola Fungsional Gordon
1. Pola
Persepsi – Manajemen Kesehatan
a.
Tanyakan kepada klien pendapatnya
mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau
menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
b.
Tanyakan tentang penggunaan
obat-obat tertentu (misalnya antidepresan trisiklik, antihistamin, fenotiasin,
inhibitor monoamin oksidase ( MAO), antikolinergik dan antispasmotik dan obat
anti-parkinson.
c.
Tanyakan tentang penggunaan alcohol,
dan tembakau untuk mengetahui gaya hidup klien
2. Pola Nutrisi – Metabolik
a.
Tanyakan bagaimana pola dan porsi
makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan malam )
b.
Tanyakan bagaimana nafsu makan
klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau alergi
c.
Tanyakan apakah klien mengalami
gangguan dalam menelan
d.
Tanyakan apakah klien sering
mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
3. Pola
Eliminasi
a.
Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB,
warna dan karakteristiknya
b.
Berapa kali miksi dalam sehari,
karakteristik urin dan defekasi
c.
Adakah masalah dalam proses miksi
dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
4. Pola
Aktivitas – Latihan
a.
Perubahan aktivitas biasanya/hobi
sehubungan dengan gangguan penglihatan. Klien akan mengalami kesulitan atau keterbatasan
dalam beraktivitas sehubungan dengan luas lapang pandangnya yang berkurang dan
kekeruhan pada matanya akibat dari glaukoma yang dideritanya.
b.
Kekuatan Otot : Biasanya klien tidak
ada masalah dengan kekuatan ototnya karena yang terganggu adalah pendengarannya.
c.
Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan
klien saat beraktivitas.
5. Pola
Istirahat - Tidur
a.
Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan
dan kualitas tidur pasien
b.
Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah
terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada
telinganya
c.
Bagaimana perasaan klien setelah
bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?
6. Pola
Kognitif - Persepsi
a.
Kaji status mental klien
b.
Kaji kemampuan berkomunikasi dan
kemampuan klien dalam memahami sesuatu
c.
Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan
ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
d.
Pendengaran : menuru karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah
steril.
e.
Penglihatan : Baik, biasanya klien
yang mengalami gangguan pendengaran, tidak berpengaruh terhadap penglihatannya.
f.
Kaji apakah klien mengalami vertigo
g.
Kaji nyeri : Gejalanya yaitu
ketidaknyamanan ringan / atau mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau
tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.
7. Pola Persepsi
Dan Konsep Diri
a.
Tanyakan pada klien bagaimana klien
menggambarkan dirinya sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah
gambaran dirinya
b.
Tanyakan apa yang menjadi pikiran
bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau takut
c.
Apakah ada hal yang menjadi
pikirannya
8. Pola Peran
Hubungan
a.
Tanyakan apa pekerjaan pasien
b.
Tanyakan tentang system pendukung
dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman, dll.
c.
Tanyakan apakah ada masalah keluarga
berkenaan dengan perawatan penyakit klien
9. Pola Seksualitas/Reproduksi
a.
Tanyakan masalah seksual klien yang
berhubungan dengan penyakitnya
b.
Tanyakan kapan klien mulai menopause
dan masalah kesehatan terkait dengan menopause
c.
Tanyakan apakah klien mengalami
kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks
10. Pola
Koping-Toleransi Stres
a.
Tanyakan dan kaji perhatian utama
selama dirawat di RS ( financial atau perawatan diri )
b.
Kaji keadan emosi klien sehari-hari
dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah
ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi
masalahnya dengan orang-orang terdekat.
11. Pola
Keyakinan-Nilai
a.
Tanyakan agama klien dan apakah ada
pantangan-pantangan dalam beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran
agamanya. Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.
g. Pemeriksaan Fisik
1.
Tanda – tanda vital : ukur suhu,
nadi, tekanan darah, pernapasan
2.
Kaji adanya perilaku nyeri verbal
dan non verbal
3.
Kaji adanya pembesaran kelenjar
limfe di daerah leher
4.
Kaji kemungkinan tuli
5.
Pemeriksaan fisik dilakukan dari
hair to toe dan berurutan berdasarkan system.
3.2 Asuhan Keperawatan berdasarkan
NANDA, NOC dan NIC
NANDA
|
NIC
|
NOC
|
1. Nyeri akut
Definisi : Serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang
di antisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan
Batasan karakteristik:
ü
peningkatan
tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
ü
Adanya
laporan nyeri secara verbal dan non verbal
ü
Nafsu makan
menurun
ü
Mual, muntah
|
· Tingkat kenyamanan
Indikator:
ü
Melaporkan kondisi fisik yang
membaik
ü
Melaporkan kondisi psikologis yang
membaik
ü
Mengekspresikan kegembiraan
terhadap lingkungan sekitar
ü
Mengekspresikan kepuasan dengan
control nyeri
·Kontrol Nyeri
Indikator:
ü
Mengenal factor penyebab
ü
Mengenal serangan nyeri
ü
Mengenal gejala nyeri
ü
Melaporkan control nyeri
·Tingkat Nyeri
Indikator:
ü
Melaporkan nyeri
ü
Frekuensi nyeri
ü
Ekspresi wajah karena nyeri
ü
Perubahan tanda-tanda vital
|
· Manajemen
nyeri
Aktivitas :
ü
Kaji tipe
intensitas, karakteristik dan lokasi nyeri
ü
Kaji
tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik
ü
Anjurkan
istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
ü
Atur sikap
fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
ü
Ajarkan klien
teknik relaksasai dan nafas dalam
ü
Anjurkan
klien menggunakan mekanism koping yang baik disaat nyeri terjadi
ü
Hindari mual,
muntah karena ini akan meningkatkan TIO
ü
Alihkan
perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
ü
Hilangkan
atau kurangi sumber nyeri
· Pemberian
analgesik
ü
Berikan
analgesik sesuai order dokter.
ü
Perhatikan
resep obat, nama pasien, dosis dan rute pemberian secara benar sebelum
pemberian obat.
|
2.Gangguan
persepsi sensori - perseptual pendengaran
|
· Kompensasi
Tingkah Laku Pendengaran
Indikator:
ü
Pantau gejala kerusakan
pendengaran
ü
Menggunakan layananan pendukung
untuk pendegaran yang lemah
ü
Menghilangkan gangguan
ü
Menggunakan bahasa isarat
ü
Membaca gerakan bibir
ü
Memperoleh alat bantu pendengaran
ü
Mengingatkan yang lain untuk
menggunakan teknik yang menguntungkan pendengaran
ü
Memakai alat bantu pendengaran (misal,
lampu pada telepon, alarm kebakarab, bel pintu, TDD
ü
Menggunakan alat bantu dengar
dengan benar
·Gambaran
tubuh
Indikator:
Gambaran
internal
ü
Pribadi
ü
Sesuai antara kenyataan, ideal,
dan perilaku tubuh
ü
Deskripsi pada bagian tubuh yang
terkena dampak
ü
Menyesuaikan diri dengan
berubahnya penampilan pisik
ü
Menyesuaikan diri dengan
berubahnya fungsi tubuh
ü
Menyesuaikan diri dengan
berubahnnya status kesehata
ü
Kesediaan untuk menggunakan
strategi untuk meningkatkan penampilan dan fungsi tubuh
|
· Peningkatan Komunikasi:
Defisit Pendengaran
Aktivitas:
ü
Janjikan untuk mempermudah
pemeriksaan pendengaran sebagaimana mestinya
ü
Memfasilitasi penggunaan alat
bantu sewajarnya
ü
Beritahu pasien bahwa suara akan
terdengar berbeda dengan memakai alat bantu
ü
Jaga kebersihan alat bantu
ü
periksa secara rutin baterai alat
bantu
ü
Mendengar dengan penuh perhatian
ü
Menahan diri dari berteriak pada
pasien yang mengalami gangguan komunikasi
ü
Memfasilitasi lokasi penggunaan
alat bantu
ü
Memfasilitasi letak telepon bagi
gangguan pendengaran sebagaimana mestinya
·Pembentukan kognisi
Aktivitas:
ü
Bantu pasien untuk menerima
kenyataan bahwa statemen diri berada di tengah-tengah timbulnya emosi
ü
Bantu pasien memahami akan
ketidakmapuannya untuk menggapai perilaku yang diinginkan sering disebabkan oleh
statemen diri yang tidak masuk akal
ü
Tunjukkan bentuk-bentuk kelainan
fungsi berpikir (misal, pikiran yang bertentangan, terlalu banyak
menggeneralisasi, penguatan, dan personalisasi)
ü
Bantu pasien mengenali emosi yang
menyakitkan yang ia rasakan
ü
Bantu pasien mengenal pemicu yang
diterima (misal, situasi, kejadian, dan interaksi dengan orang lain) yang
membuat stress
ü
Bantu pasien untuk mengenal
interpretasi pribadi yang salah mengeni faktor pemicu yang diterima
ü
Bantu pasien untuk mengganti
interpretasi yang salah dengan yang lebih realistis berdasarkan situasi yang
membuat stres, kejadian, dan interaksi
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Otitis media akut (OMA) peradangan
akut mukoperiosteum telinga tengah yang disebabkan oleh kuman. Pada umumnya OMA
merupakan komplikasi dari infeksi saluran nafas atas.infeksi melalui tuba
eustachii, selanjutnya masuk ke telingan tengah. Sebagian besar OMA terjadi
pada anak, karena infeksi saluran nafas atas banyak pada anak, dan bentuk tuba
eustachii pada anak lebih pendek, lebar, dan mendatar. Penatalaksanaan
OMA pada prinsipnya adalah terapi medikamentosa yang diberikan tergantung dari
stadium penyakitnya. Prinsipnya adalah pemberian antibiotika dan parasentesis
untuk menghindari perforasi spontan.
4.2 Saran
Dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu meminta kritik
dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami buat dapat
bermanfaat bagi pembaca
DAFTAR
PUSTAKA
Judith M . Wilkinson , 2009 . Diagnosis Keperawatan (
NIC & NOC ) . Jakarta . EGC
NANDA internasional . 2009 . Diagnosis Keperawatan .
Jakarta . EGC
Brunner & suddarth.2002. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 :
Jakarta : EGC
Mansjoer,Arief,dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3:
Jakarta, Mediaacs culapiu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar