BAB
I
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pengertian
Stroke
Stroke
adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di
otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996),
stroke adalah defisit neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Fransisca
B Batticaca, 2008)
Menurut
WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008)
B. Faktor
Risiko
1. Hipertensi.
2. Obesitas.
3. Hiperkolesterol.
4. Peningkatan
hematokrit.
5. Penyakit
kardiovaskuler : AMI, CHF, LVH, AF.
6. DM.
7. Merokok.
8. Alkoholisme.
9. Penyalahgunaan
obat : kokain.
C. Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis
Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
· Lumen
arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
· Oklusi
mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
· Tempat
terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
· Dinding
arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hypercoagulasi
pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan
viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis(
radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup
jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard
infark
c. Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai
bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis
oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau
intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam
jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang
paling lazim terjadi :
a. Aneurisma
Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma
fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma
myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi
arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur
arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi
pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi
yang parah.
b. Cardiac
Pulmonary Arrest
c. Cardiac
output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme
arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. Patofisiologi
Infark
serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah
dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler)
atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik
sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap ortak, thrombus dapat berasal
dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah
dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus
mengakibatkan ;
1. Iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema
dan kongesti disekitar area.
Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA.
Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa
infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah.
Hal
ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
Ada dua bentuk patofisiologi stroke hemoragik :
1. Perdarahan
intra cerebral
Pecahnya
pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke
dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak
dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan
cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub
kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis
atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya
pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering didapat pada
percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada
jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam
ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya
arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul
nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan
selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme
ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya
vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah
dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain).
Otak
dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
E. Klasifikasi
1. Patologi
serangan stroke.
a. Stroke
Hemoragik
Stroke
Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oelh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan
kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu ;
1) Perdarahan
Intra Cerebri
Pecahnya
pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema
otak.
2) Perdarahan
Sub Araknoid
Gejala
|
PIS
|
PSA
|
Timbulnya
|
Dalam 1
jam
|
1-2
menit
|
Nyeri
Kepala
|
Hebat
|
Sangat
hebat
|
Kesadaran
|
Menurun
|
Menurun
sementara
|
Kejang
|
Umum
|
Sering
fokal
|
Tanda
rangsangan meningeal
|
+/-
|
+++
|
Hemiparese
|
++
|
+/-
|
Gangguan
saraf otak
|
+
|
+++
|
Tabel
2.4 Perbedaan Perdarahan
Intraserebri dengan Perdarahan Subarakhnoid
b. Stroke
Non Hemoragik/Iskemik
Biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadii iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder serta kesadaran umumnya baik.
1) Perjalanan
penyakit/stadium.
a) TIA
Gangguan
neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai dengan beberapa jam
dan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
b) Stroke
Involusi
Stroke
yang masih terjadi terus sehingga gangguan neurologis semakin berat/buruk dan
berlangsung selama 24 jam/beberapa hari.
c) Stroke
Komplet
Gangguan
neurologis yang timbul sedah menetap, dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
F. Tanda
dan gejala
1. Kehilangan/menurunnya
kemampuan motorik.
2. Kehilangan/menurunnya
kemampuan komunikasi.
3. Gangguan
persepsi.
4. Kerusakan
fungsi kognitif dan efek psikologik.
5. Disfungsi
: 12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot, kandung kemih.
G. Komplikasi
1. Hipoksia
serebral
2. Penurunan
aliran darah serebral
3. Embolisme
serebral
4. Pneumonia
aspirasi
5. ISK,
Inkontinensia
6. Kontraktur
7. Tromboplebitis
8. Abrasi
kornea
9. Dekubitus
10. Encephalitis
11. CHF
12. Disritmia,
hidrosepalus, vasospasme
H. Pemeriksaan
Diagnostik
1. CT
Scan
Memperlihatkan
secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark
atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
2. MRI
Dengan
menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
3. Angiografi
Serebri
Membantu menemukan penyebab dari
stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa atau malformasi
vaskuler.
4. USG
Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya
penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk
melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Sinar
X tengkorak
Menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang luas,
kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi
parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7. Pungsi
Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai
bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid
atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8. Pemeriksaan
Laboratorium
1) Darah
rutin
2) Gula
darah
3) Urine
rutin
4) Cairan
serebrospinal
5) Analisa
gas darah (AGD)
6) Biokimia
darah
7) Elektrollit
I. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu
diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha
menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan
saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol
tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi
dan hipertensi.
2. Berusaha
menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat
kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan
pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus
dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
J. Pengobatan
Konservatif
1. Vasodilator
meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi maknanya
:pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat
diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti
agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
K. Pengobatan
Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki
aliran darah serebral :
1. Endosterektomi
karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis
di leher.
2. Revaskularisasi
terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh
pasien TIA.
3. Evaluasi
bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi
arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
L. Pencegahan
Stroke
1. Hindari
merokok, kopi, dan alkohol.
2. Usahakan
untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah kegemukan).
3. Batasi
intake garam bagi penderita hipertensi.
4. Batasi
makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan lainnya).
5. Pertahankan
diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran)
6. Olahraga
secara teratur.
M. Penanganan dan perawatan stroke di
rumah
1. Berobat
secara teratur ke dokter.
2. Jangan
menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter.
3. Minta
bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang
lemah atau lumpuh.
4. Perbaiki
kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah.
5. Bantu
kebutuhan klien.
6. Motivasi
klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.
7. Periksa
tekanan darah secara teratur.
8. Segera
bawa klien/pasien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke.
BAB
II
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan
terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan
utama
Sering menjadi alasan kleien untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggita gerak sebalah badan,
bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Data
riwayat kesehatan
a. Riwayat
kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas ataupun sedang
beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai
tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
b. Riwayat
penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat
steooke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin,
vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
c. Riwayat
penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari
generasi terdahulu.
4. Riwayat
psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga,
status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya
rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status
dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
5. Aktivitas
sehari-hari
a. Nutrisi
Klien makan sehari-hari apakah
sering makan makanan yang mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi
oleh pasien, misalnya : masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan,
suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan klien.
b. Minum
Apakah ada ketergantungan
mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang mengandung alkohol.
c. Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik
biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi karena adanya gangguan
dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK apakah ada kesulitan, warna, bau,
berapa jumlahnya, karena pada klien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
6. Pemeriksaan
fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma
kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat
adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam
menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman
karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah)
akibat kerusakan nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada
o Inspeksi
: Bentuk simetris
o Palpasi
: Tidak adanya massa dan benjolan.
o Perkusi
: Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
o Auskultasi
: Nafas
cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan II murmur atau
gallop.
f. Abdomen
o Inspeksi
: Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
o Auskultasi
:
Bisisng usus agak lemah.
o Perkusi
: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik
biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot
dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut
(Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai
0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai
1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3) Nilai
2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
4) Nilai
3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan.
5) Nilai
4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan
tetapi kekuatanya berkurang.
6) Nilai
5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh
B. Diagnosa
Keperawatan dan Rencana Keperawatan
1. Perubahan
perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan
keperawatan ...x24 jam perpusi jarinagn tercapai secara optimal dengan kriteria
hasil :
1) klien
tidak gelisah
2) tidak
ada keluhan nyeri kepala
3) mual
dan kejang
4) GCS
4, 5, 6
5) pupil
isokor
6) refleks
cahaya (+)
7) TTV
normal.
Intervensi :
1) Berikan
penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TAK dan akibatnaya.
Rasional : keluarga lebih
berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Baringkan
klie ( bed rest ) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal.
Rasional : monitor tanda-tanda
status neurologis dengan GCS.
3) Monitor
tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui keadaan
umum klien.
4) Bantu
pasien untuk membtasi muntah, batuk,anjurkan klien menarik nafas apabila
bergerak atau berbalik dari tempat tidur.
Rasional : aktivitas ini dapat
meningkatkan tekanan intracranial dan intraabdoment dan dapat melindungi diri
diri dari valsava.
5) Ajarkan
klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan.
Rasional : Batuk dan mengejan dapat
meningkatkan tekanan intrkranial dan poteensial terjadi perdarahan ulang.
6) Ciptakan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas
dapat meningktkan tekanan intracranial.
7) Kolaborasi
: pemberian terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid, aminofel,
antibiotika.
Rasional : tujuan yang di berikan
dengan tujuan: menurunkan premeabilitas kapiler,menurunkan edema
serebri,menurunkan metabolic sel dan kejang.
2. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama ...x 24 jam klien mamapu meningkatkan dan memepertahankan
keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi, dengan
kriteria hasil :
1) bunyi
nafas terdengar bersih
2) ronkhi
tidak terdengar
3) trakeal
tube bebas sumbatan
4) menunjukan
batuk efektif
5) tidak
ada penumpukan secret di jalan nafas
6) frekuensi
pernafasan 16 -20x/menit.
Intervensi :
1) Kaji
keadaan jalan nafas,
Rasional : obstruksi munkin dapat di
sebabkan oleh akumulasi secret.
2) Lakukan
pengisapan lendir jika d perlukan.
Rasional : pengisapan lendir dapay
memebebaskan jalan nafas dan tidak terus menerus di lakukan dan durasinya dapat
di kurangi untuk mencegah hipoksia.
3) Ajarkan
klien batuk efektif.
Rasional : batuk efektif dapat
mengeluarkan secret dari jalan nafas.
4) Lakukan
postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional : mengatur ventilasi segmen
paru-paru dan pengeluaran secret.
5) Kolaborasi
: pemberian oksigen 100%.
Rasional : denagn pemberiaan oksigen
dapat membantu pernafasan dan membuat hiperpentilasi mencegah terjadinya
atelaktasisi dan mengurangi terjadinya hipoksia.
3. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia, kelemahan
neuromoskuler pada ekstremitas
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama ..x 24 jam mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria
hasil : klien dapat mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian
tubuh yang terkena atau kompensasi.
Intervensi :
1) Kaji
kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur klasifikasikan melalui
skala 0-4.
Rasional : untuk mengidentifikasikan
kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah
posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih sering.
Rasional : menurunkan terjadinya
terauma atau iskemia jaringan.
3) Lakukan
gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional : meminimalkan atropi otot,
meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya kontraktur.
4) Bantu
mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan bagian kepala tempat
tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
Rasional : membantu melatih kembali
jaras saraf,meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
5) Konsultasi
dengan ahli fisiotrapi.
Rasional : program yang
khusus dapat di kembangkan untuk menemukan kebutuhan klien.
4. Resiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
Tujuan : klien mampu memperthankan
keutuhan kulit setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x24jam
Kriteria hasil : klien mampu
perpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara dan penyebab luka, tidak
ada tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
1) Anjurkan
klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika munkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah
ke semua daerah.
2) Ubah
posisi setiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan
meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan
bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang menonjol.
Rasional : mengindari tekanan yang
berlebihan pada daerah yang menonjol.
4) Lakukan
masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah
posisis.
Rasional : mengindari kerusakan
kapiler.
5) Observasi
terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : hangan dan pelunakan
merupakan tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga
kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas terhadap kulit.
Rasional : untuk mempertahankan ke
utuhan kulit
5. Defisist
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunya kekuatan
dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh kelemahan
untuk ADL, seperti makan, mandi dll.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama ...x 24 jam terjadi prilaku peningkatan perawatan
diri.
Kriteria hasil : klien menunjukan
perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan
aktivitas perawatna diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasikan
personal masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi :
1) Kaji
kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk melakukan ADL.
Rasional : membantu dalam
mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individu.
2) Hindari
apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila perlu.
Rasional : klien dalam keadaan cemas
dan tergantung hal ini di lakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
3) Menyadarkan
tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan
dukungan pola pikir dan izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik yang
positif untuk usahanya.
Rasional : klien memerlukan empati,
tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani klien,
skaligus meningkatkan harga diri klien, memandirikan klien, dan menganjurkan
klie untuk terus mencoba.
4) Rencanakan
tindakan untuk deficit pengelihatan dan seperti tempatkan makanan dan peralatan
dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
Rasional : klien mampu melihat dan
memakan makanan, akan mampu melihat kelaurmasuk orang ke ruangan.
6. Gangguan
eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi dan asupan cairan
yang tidak adekuat.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan
keperawatan selam 2x24 jam gangguan eliminasi fecal ( konstipasi) tidak terjadi
lagi.
Kriteria hasil : klien BAB
lancer,konsistensi feces encer, Tidak terjadi konstipasi lagi.
Intervensi :
1) Kaji
pola eliminasi BAB
Rasional : untuk mengetahui
frekuensi BAB klien, mengidentifikasi masalah BAB pada klien .
2) Anjurkan
untuk mengosumsi buah dan sayur kaya serat.
Rasional : untuk mempelancar BAB.
3) Anjurkan
klien untuk banyak minum air putih, kurang lebih 18 gelas/hari,
Rasional : mengencerkan feces dan
mempermudah pengeluaran feces.
4) Berikan
latihan ROM pasif
Rasional : untuk meningkatkan
defikasi.
5) Kolaborasi
pemberian obat pencahar.
Rasional : untuk membantu pelunakkan
dan pengeluaran feces
7. Gangguan
eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi pada UMN.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan, selama ...x24 jam.
Kriteria hasil : gangguan eliminasi
urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi BAK normal.
Intervensi :
1) Kaji
pola eliminasi urin.
Rasional : mengetahui masalah dalm
pola berkemih.
2) Kaji
multifaktoral yang menyebabkan inkontensia.
Rasional : untuk menentukan tindakan
yang akan di lakukan.
3) Membatasi
intake cairan 2-3 jam sebelum tidur.
Rasional : untuk mengatur supaya
tidak terjadi kepenuhan pada kandung kemih.
4) Batasi
intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih.
Rasional : untuk menghindari
terjadinya infeksi pada kandung kemih.
5) Kaji
kemampuan berkemih.
Rasonal : untuk menentukan piñata
laksanaan tindak lanjut jika klien tidak bisa berkemih.
6) Modifikasi
pakaian dan lingkungan.
Rasional : untuk mempermudah
kebutuhan eliminasi.
7) Kolaborasi
pemasangaan kateter.
Rasional : mempermudah klien dalam
memenuhi kebutuhan eliminasi urin.
Daftar
Pustaka
Batticaca,
Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Marilynn
E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3, Jakarta, EGC, 2000
Misbach,
Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK, PATOFISIOLOGI, MANAJEMEN. Jakarta
: Badan Penerbit FKUI
Muttaqin,
Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer,
Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. BUKU AJAR Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar